Rabu, 30 Desember 2009

KECEMASAN

Saya memiliki kecemasan yang mungkin banyak di rasakan juga oleh setiap mahasiswa ataupun murid sekolah lainnya. Tepatnya waktu saya kelas 3 SMA. Waktu itu saya sudah membayar lunas semua uang bangunan sekolah sebesar Rp.300.000,-.Pada semester berikutnya, ketika semua murid akan di hadapkan pada ujian, dengan kata lain mereka harus membayar uang yang masih kurang. Saya merasa santai karena semuanya sudah lunas. Ketika saya mau mengambil kartu ujian, salah satu guru yang mengurusi bagian keuangan memanggil nama saya, lalu saya hampiri dia dan bertanya ada apa. Barangkali dia mau minta di belikan sesuatu. Tak tahunya, dia menagih uang bangungan sebesar Rp.300.000. Saya kaget, lalu saya bilang padanya kalau uang bangunan sudah saya lunaskan semester kemarin. Dia membuka catatan, kemudin mengatakan kalau saya belum melunasinya. Saya benar-benar kecewa. Dia tahu saya terlihat kecewa,lalu dia meminta kwitansi pembayaran jika memang saya sudah melunasinya. Saya merasa dia tidak percaya sama saya,begitupun juga saya. Saya tidak percaya dengannya.

Lalu saya meminta izin dengan guru di kelas untuk pulang dengan alasan mau mengambil kwitansi pembayaran. Ketika saya sampai di rumah, saya coba mencari. Dan hasilnya nol. Saya tidak menemukan kwitansi itu. Ibu saya bertanya kepada saya, lalu saya jawab saya harus menemukan selembar kwitansi untuk bukti lunasnya uang bangunan agar saya dapat kartu ujian dan saya juga bilang kalau saya tidak menemukannya. Saya bertanya pada ibu saya barangkali dia yag menyimpannya. Ternyata tidak. Saya benar-benar takut sekali.

Dengan cepat saya kembali ke sekolah untuk komplain. Barangkali ibu guru itu lupa menyatatnya dimana. Memang sial nasib saya. Tidak ada catatan dalam bukunya. Saya tidak tahu apakah saat itu saya harus menangis, atau marah. Kemudian saya diam sejenak untuk mengingat-ingat dimana kwitansi itu saya simpan. Dan, saya ingat! Ternyata kwitansi tersebut saya buang begitu saja ke tempat sampaah karena saya pikir itu sudah tidak ada gunanya.

Hati saya mencelos. saya tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Tetapi tidak ada pembelaan untuk saya. Ibu saya juga memarahi saya. Tapi bukan itu yang saya cemas dan takuti! Saya membayangkan bagaimana kalau ayah saya tahu akan hal ini?? Ya tuhan saya benar-benar cemas. Ayah saya tidak akan mau tahu alas an saya. Dengan memasang tampang sedih di depan ibu saya, nampaknya saya berhasil meluluhkannya. Dia sadar bahwa dia tidak boleh begitu saja menyalahkan saya. Kenapa ibu guru itu tidak mencatatnya? Apa dia sengaja atau tidak. Saya tidak tahu. Yang jelas biar semua itu Tuhan Y.M.E yang membalas.


Ibu saya bilang, saya akan di beri uang untuk membayarnya lagi dengan catatan tidak akan menghilangkan kwitansi lagi dan harus di simpan baik-baik. Hati saya lega sekali. Di tambah lagi ternyata ayah saya tidak semarah yang saya kira. Dia juga mengerti betapa cemas dan kecewanya saya dengan guru itu. Memang pengalaman yang harus di jadikan pelajaran. Saya teringat waktu kejadian itu, saya sampai tidak doyan makan dan tidak mood menjalani aktifitas saat hal itu terjadi. Makanya sejak saat itu saya berjanji akan menyimpan semua kwitansi. Kwitansi apapun saya simpan tidak peduli berapa besar jumlah uang yang tertera karena saking takutnya. Memang konyol tapi itu lebih baik.




Created by : Siti Mona Juwita
1 PA 07

Sabtu, 19 Desember 2009

IBU

IBU...
hanya 3 huruf,
dan saat di ucapkan pun berlalu begitu saja
tapi, IBU...
makna mu begitu dalam
hingga sang pujangga tak mampu mengartikan

diriku adalah dirimu
kau selalu berharap,
agar masa muda mu yang suram tak ku alami...
kau memberi harapan penuh padaku untuk hidup yang ku jalani
agar aku dapat tabah sepertimu,
agar aku memiliki hati yang indah sepertimu

IBU...
mungkin kau tak tahu berapa tetes air mata yang ku tuangkan
saat menulis untaian ini
kau adalah bunga...
tidak, bahkan melebihi bunga...
kau mengajariku akan hal yang selalu ku ingat,
bahwa.. semua itu akan indah pada waktunya

IBU...
sudah tak terhitung lagi dosaku padamu
bahkan mungkin kata maaf tak mampu menghapus semua itu
saat kesunyian menghampiriku...
saat itulah aku membutuhkanmu
tapi saat kebahagiaan bersamaku,
aku melupakan jasamu

IBU...
hanya inilah satu kalimat yang dapat membuktikan
betapa sayangnya aku denganmu..
"akan ku pertaruhkan hidupku untukmu IBU...
kau adalah segalanya"